Berusaha patuh pada pemerintah,
paroki St Bernadette memindah ibadahnya dari Sekolah Sang Timur di
Karangtengah, Ciledug, Tangerang (2004) karena ditolak kelompok
intoleran. Mereka mendapat izin mendirikan bangunan di Bintaro, tetapi
kemarin massa mengatasnamakan warga, menyegel Gereja Katolik Paroki St
Bernadette. ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) melalui
Koordinator Bidang Informasi, Komunikasi, dan Penelitian, Ahmad
Nurcholish mengatakan, “Mempercayai pemerintah sia-sia. Mereka tunduk
pada mayoritas, bukan tunduk pada hukum.”
Sejarah Berdirinya Paroki St Bernadette
Paroki St. Bernadette adalah gereja Katolik di bawah dekenat
Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta. Paroki ini didirikan pada 11
Februari 1990 dengan ditandai pembentukan Pengurus Gereja dan Dana Papa
(PGDP) Roma Katolik Paroki Santa Bernadette, Ciledug oleh Uskup Agung
Jakarta, Leo Sukoto, S.J. (Alm.).
Karena tidak memiliki tempat ibadah permanen, kebaktian Minggu
dan kegiatan keagamaan di hari raya kristiani secara bergantian
dilaksanakan berpindah-pindah. Misalnya: bekas bedeng kompleks perumahan
Ciledug Indah, bekas gudang padi di kompleks Asrama Polri Ciledug, dan
Gudang Arsip Kompleks Keuangan Karang Tengah Ciledug.
Dua tahun kemudian, pengurus gereja mengajukan permohonan kepada
Bupati Tangerang (20/7/92) untuk memanfaatkan Bangunan Sementara Sekolah
(BSS) Sang Timur di Kompleks Barata/Keuangan Karang Tengah, Ciledug
sebagai tempat menjalankan ibadah.
PGDP mendapatkan rekomendasi melaksanakan kegiatan keagamaan umat
Katolik Kepala Desa Karang Tengah melalui Surat No. 192/Pem/VII/1992,
tanggal 21 Juli 1992, dengan tembusan disampaikan kepada Bupati
Tangerang, Walikota Tangerang, Musyawarah Pimpinan Kecamatan Ciledug,
Ketua RW dan Ketua RT sekompleks Barata Karang Tengah.
Sejak itu kegiatan peribadatan berlangsung dan terkonsentrasi di
BSS Sang Timur dengan aman, dan tenteram untuk seluruh umat Katolik
Paroki Santa Bernadette Ciledug (8.975 jiwa) yang berasal dari enam
kecamatan (Karang Tengah, Ciledug, Larangan, Cipondoh, Pondok Aren dan
sebagian Serpong).
Penolakan Tiba-tiba
Setelah 12 tahun berjalan, tanpa ada pembicaraan atau berita
sebelumnya, Sekolah Sang Timur memperoleh surat nomor:
Kd.258.5/BA.00/248/2004 dari Kepala Departemen Agama Kantor Kota
Tangerang, 29 Juli 2004, meminta menghentikan kegiatan keagamaan dengan
menggunakan gedung sekolah.
Sebulan kemudian, tiba-tiba Ketua Pengurus Gereja dan Dana Papa
(PGDP) Paroki Santa Bernadette Karang Tengah memperoleh surat dari Lurah
Karang Tengah, no. 642/71-KRT/04, tanggal 30 Agustus 2004, perihal
Pencabutan Rekomendasi Surat Lurah Karang Tengah No. 192/Pem/VUU/92.
Setelah pencabutan surat rekomendasi, beberapa kali ibadah
diganggu dengan demonstrasi dan orasi oleh sekelompok warga yang
menamakan dirinya Forum Komunikasi Umat Islam Karang Tengah yang
menginginkan dihentikannya kegiatan keagamaan di BSS Sang Timur Karang
Tengah Ciledug. Puncaknya pada Minggu, 3 Oktober 2004, massa yang
menyebut masyarakat sekitar melakukan demonstrasi dan meminta tempat
tersebut tidak lagi digunakan untuk ibadah. Mereka bahkan membangun
tembok di pintu gerbang menuju sekolah itu, dan memblokir akses ke
sekolah. Mereka juga mengusir umat yang sedang beribadah.
Walau keberadaan Paroki St. Bernadette dibela Ketua Pengurus
Besar Nahdatul Ulama waktu itu, Abdurrahman Wahid, dan pegiat
perlindungan anak, Seto Mulyadi, tidak menyurutkan kelompok intoleran ngotot peribadatan dihentikan.
Kompromi, Mendapat IMB, tetapi Tetap Ditolak di Bintaro
Jemaat Paroki St. Bernadette berkompromi. Dalam pertemuan dengan
tim dari kementerian agama pada 29 Oktober 2004, disepakati jemaat
Paroki St. Bernadette mencari lahan baru. Dalam pernyataannya, Menteri
Agama waktu itu, Muhammad M. Basyuni menegaskan persoalan kasus warga
perumahan Karang Tengah Ciledug, Tangerang Banten dengan Yayasan
Pendidikan Karya (YPK) Sang Timur telah selesai dan tuntas. Murid-murid
di sana sudah dapat belajar kembali. “Ini bukan persoalan agama. Jadi
itu hanya masalah kesalahpahaman."
Jemaat Paroki St. Bernadette pun nomaden. Jemaat paroki ini
kemudian menggelar misa dengan menumpang di sejumlah tempat. Mereka
paling sering beribadah di Gereja Maria Kusuma Karmel, Gedung Lokagenta
di Perumahan Ciledug Indah I, Balai Pertemuan RW di Metro Permata I, dan
Pondok Lestari.
Tempat-tempat itu dipilih karena lokasinya dekat dengan gereja
sebelumnya. Akhirnya, paroki menemukan lokasi di Kelurahan Sudimara
Pinang dan memutuskan membangun gereja di sana. Menurut Sekretaris
Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi
Waligereja Indonesia (KWI), Romo Benny Susetyo, mengatakan, paroki
tersebut memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB) pada 11 September
2013. “Warga telah menyetujui pembangunan tersebut,” kata Romo Benny.
Namun, kemarin, upaya mereka kembali ditolak warga sekitar.
Ratusan orang menggelar unjuk rasa menolak pembangunan Gereja
Katolik Santa Bernadette di Bintaro, Kelurahan Sudimara Pinang, Kota
Tangerang, kemarin. Selain berunjuk rasa, mereka menghentikan kegiatan
ibadah yang sedang berlangsung dengan menggembok gerbang masuk gereja.
Pernyataan dari ICRP
Ahmad Nurcholish, Koordinator Bidang Informasi, Komunikasi, dan Penelitian ICRP mengungkapkan kepada satuharapan.com,
“Pemerintah tidak dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan
intoleransi karena mereka terdiri dari para politikus yang memiliki
banyak kepentingan.” Jika pemerintah diisi para negarawan, mereka akan
berusaha menegakkan hukum, kata Nurcholish. “Namun, kenyataannya mereka
tunduk kepada kelompok yang mengatasnamakan diri mayoritas,” katanya. (Dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment